Yogyakarta 16.00
Semua orang hiruk pikuk di area
Grha Sabha Pramana (GSP) UGM. Lari, latihan menari, dan OMG! Ada resepsi. Di
sisi sebelah barat, ada dua gerombolan mahasiswa yang membawa koper-koper dan
tas-tas besar. Masing-masing menimbang kopernya. Raut pasrah Nampak pada
mahasiswa yang berat kopernya melebihi kesepakatan kelompok. Yah, bayar. Dua
gerombolan itu akan menuju ke Wakatobi dan Alas Barat untuk KKN. Namun, cerita
ini tentang KKN Wakatobi saja.
Di penghujung senja kami
berangkat. Sholat dulu, salah satu dari tim kami bilang. Maskam (masjid kampus)
menjadi tempat yang selalu menawarkan keteduhan. Setidaknya untuk mengawali
niat kami ber-KKN. Lanjutlah kami berjalan hingga ke Bandara Djuanda Surabaya
dengan bus.
Tengah malam kami mampir ke rumah
makan. Sengaja aku pilih rendang untuk membangkitkan nafsu makan. Ya Allah, aku
memakan nasi rendang di Magetan seharga 40.000.
Tiba disana Subuh. Kemudian sholat.
Deg! Tibalah saat mendebarkan bahwa ternyata beberapa anggota tim kami tidak
bisa mendapatkan tiket dari agen. Orang-orang kocar kacir mencari cara agar
tetap berangkat. Beruntung masih ada tiket tersedia, hingga beberapa orang terpaksa
berangkat lebih dulu karena itu. Kami berjanji bertemu di Bandara Halu Oleo,
Kendari sore nanti. Bagian ini dan seterusnya kami sebut, drama baru. Baru setelah drama pra-KKN tak berkesudahan.
Surabaya-Makassar.
Makassar-Kendari. Kendari-Wangi-wangi.
Djuanda-Hasanuddin-Halu
Oleo-Matahora.
Bandara besar-besar-kecil-kecil
nan sepi.
Boeing-Boeing-Boeing-ATR.
Penerbangan jauh bagi kami,
lengkap dengan scene drama kecil-kecil yang menyertai.
Bagi orang yang pertama datang ke
kepulauan kecil, tentu akan menikmati dinamika perjalanannya. Dan tidak sabar
untuk segera sampai ke lokasi.
…
Whoa! Finally! Selamat datang di
Bumi Anoa! So exciting!
…
And, surprised! Kami disambut Pemda
dan dijemput dengan bis. Lanjutnya, Pemda mengusahakan penginapan untuk kita
transit sebelum ke lokasi KKN. Wow! KKN se-terhormat ini. I could say, Pemda
Wakatobi paaaaaaaling welcome dalam urusan apapun. Kami salah satu buktinya.
Akses dari bandara Matahora ke
lokasi ke sekitarnya berupa jalanan aspal mulus. Kotanya sepi. Sesekali
menemukan angkutan umum di jalan.
Sebagai orang kehutanan (ehehe),
mata ini serasa ditarik mengamati bebatuan, hehijauan, dan rerumahan di
sepanjang jalan.
Kesan pertama:
Karst dengan batuan karang tajam,
datar, solum tipis, vegetasi pantai, rumah panggung, ikan.
Kami dibawa menuju kantor WWF
(World Wildlife Fund) di Wanci, pusat kota Wakatobi untuk istirahat. Menjelang
Maghrib kami tiba dan disambut Kagama yang bertugas di WWF Wakatobi. Kantor WWF
ni strategis banget. Sisi belakang kantor menghadap ke pantai dengan udara
tenang. Ah, spot itu langsung menjadi favoritku.
Malam itu juga kami beberes
setelah berjam-jam berkeringat tanpa mandi. Mengenali sisi lain teman-teman
satu per satu. Antri mandi, lanjut makan malam, briefing unit, briefing sub
unit, dan briefing klaster.
Cerita makan malam, kami memilih
warung Lamongan yang paling dekat. BUKU MENUNYA BIKIN KAMI MENELAN LUDAH. Mohon
maaf kami terbiasa makan murah di Jawa huhu, sehingga terkaget-kaget melihat
soto Lamongan seharga 20.000 dan es jeruk 10.000. Ini kekagetan kami yang kedua
setelah makan tengah malam kami di Magetan. Anyway, rasa masakannya sudah akulturasi
Lamongan-Wakatobi.
Kenyang, lalu dengan rasa
menyesal kami pulang, dan tidur.
Comments
Post a Comment