Sejak pandemi merebak, semua sektor lumpuh. Masyarakat miskin, rentan miskin, dan pekerja sektor informal disebut-sebut sebagai yang paling terdampak Covid-19. Tak terkecuali yang terjadi di keluarga saya, keluarga petani. Harga cabai yang ditanam Bapak Ibu saya, merosot hingga 1000%. Ternak tidak ada yang mau beli. Saya pun sempat 'work from home' (WFH) selama 3 bulan, kemudian dirumahkan hingga saat ini alias tidak punya uang juga.
Syukur, masih ada labu siam yang tampaknya tidak tahu ada wabah seperti ini. Dia terus saja tumbuh dan berbuah.
Di sisi lain, 3 adik saya lulus sekolah tanpa ujian, lulus SD, SMP, dan SMK. Berkah luar biasa, mengingat satu adik saya tergolong kaum tidak suka belajar. Tiga-tiganya pula ingin melanjutkan belajar. Satu ke SMP, satu ke SMK, satu kuliah. Lagi-lagi ajaib, bahwa adik saya anggota kaum tidak suka belajar itu lolos jalur SNMPTN. Dua adik saya yang lain maunya 'mondok'.
Tantangan terbesar adalah, ketiganya butuh biaya besar untuk melanjutkan studinya. Sapiii, sapi. Kok ya kamutu ga laku-laku.
Taapiii, Tuhan Maha Kaya, kawan! 'Ndilalah' ada sesuatu lain yang bisa dijual. Alhamdulillah mereka bisa lanjut semua.
Sik sik, kok jadi kemana-mana ini? Saya mau cerita kejadian barusan banget.
Selama pandemi ini pemerintah 'jor-joran' kasih bantuan ke masyarakat yang katanya terdampak. Tetangga saya banyak yang menerima bantuan karena memang (menurut saya) layak. Keluarga saya ini yang agak 'kapiran'. Kaya tidak, miskin juga alhamdulillah tidak. Jika dimisalkan strata sosial di kampung saya ada 10 strata, keluarga saya level 6, sedangkan yang dapat bantuan adalah strata 1-5.
Itulah yang menyebabkan ibu saya menggerutu berbulan-bulan. Merasa turut terdampak, harusnya dapat dong bantuan sosial Covid-19. PKH tidak dapat pun tidak apa-apa, tapi kalo bansos ini perkara lain. Begitulah kira-kira isi benak ibu saya.
Kemarin, puluhan penerima bantuan antri di kantor desa. Termasuk tetangga saya, Ninek (nenek) Jendil, (maaf) janda sudah tua yang tinggal sendirian. Saya kurang tahu apa bentuk bantuannya.
Ninek ini pagi-pagi datang ke rumah saya membawa dua kantong kacang hijau. Satu sisi lengannya lecet bekas terjerembab di pondasi minggu lalu. Mau apa ya? Sambil tergopoh-gopoh beliau menyapa.
"Ini kacang hijau, dapat dari bantuan kemarin. Saya tidak 'tedhas' (aduh apa ya ini Bahasa Indonesianya, artinya giginya tidak mampu lagi mengunyah sesuatu yang keras). Katanya bergizi. Orang tua ini sudah tidak perlu lagi makanan bergizi. Habis ini mati juga. Biar kalian yang muda yang makan makanan bergizi ini."
Saya 'kicep'.
Ibu saya pun sama.
Izin promo ya Admin^^
ReplyDeletebosan tidak ada yang mau di kerjakan, mau di rumah saja suntuk,
mau keluar tidak tahu mesti kemana, dari pada bingung
mari bergabung dengan kami di ionqq^^com, permainan yang menarik dan menguras emosi
ayo ditunggu apa lagi.. segera bergabung ya dengan kami...
add Whatshapp : +85515373217 ^_~ :))