Beberapa dari
kami mulai gelisah atas kegabutan ini. Alfi, Ana, dan Jafar berinisiatif untuk
survei mata air dan fasilitas umum di Desa Pajam. Mereka menemukan dua mata air
yaitu mata air Tefufu di lembah Pajam, dan mata air di sekitar kantor Polsek. Mata
air tersebut menjadi darah segar yang mengalirkan kehidupan bagi warga Pajam.
Mata air
Tefufu terletak kurang lebih 1,5 km dari pondokan kami yang dapat ditempuh
melewati Dusun Palea maupun Dusun Jamaraka. Disana terdapat tiga sumur yang
dibagi peruntukannya sebagai berikut: 1 sumur untuk air minum, 1 sumur untuk
mandi dan mencuci bagi kaum perempuan, dan 1 sumur untuk mandi dan mencuci bagi
kaum laki-laki dengan lokasi yang lebih jauh. Air permukaannya cukup dangkal.
Bening pula. Pada sumur untuk air minum, warga biasanya mengambil air tersebut
untuk dikonsumsi langsung.
Sekalian
survei, mereka mengamati rumah tenun modern hibah dari pemerintah daerah di
depan pondokan kami. Di rumah tenun tersebut hanya terdapat satu mesin tenun
yang jarang digunakan. Menurut informasi, alat tersebut digunakan pada saat ada
turis saja. Masyarakat jarang menggunakan alat tersebut karena tidak dilengkapi
dengan alat “Oluri”nya dan karena keterbatasan keterampilan yang dimiliki
kelompok tenun.
Beruntungnya,
kami langsung pulang selepas survei. Karena tiba-tiba hujan badai dating
pagi-pagi. Akhirnya kami seharian di rumah mengerjakan urusan rumah tangga dan tim.
Siang hari
setelah hujan reda, Bang Jum mengajak kami untuk mencari kelapa muda di kebun. Berangkatlah
kami bersama dengan anak-anak kecil yang rajin datang ke pondokan kami. Ternyata
jalan cukup jauh, kurang lebih 1 km dan menuruni lembah. Tapi hasilnya
sebanding dengan jumlah dan kenikmatan kelapa yang kami peroleh. Buanyak pol! Anak-anak
kecil itu membawa masing-masing empat buah denga dipikul. Lucu tapi kasihan
juga mereka keberatan dan berkali-kali berhenti pada saat jalan menanjak.
Pulangnya sudah
disiapkan gula merah, es batu, dan malkist. Kami siapkan es kelapa muda campur
malkist 3 baskom besar. Beuh! Surga! Bergelas-gelas kami minum itu kelapa muda.
Fyi, kelapa muda disini rasanya manis bukan seperti di Jawa. Dan kami baru
tahu, malkist enak juga untuk dimakan barengan kelapa muda.
Sore-sore
kami mengajak Pak Kumis, kepala Dusun Jamaraka untuk mengenalkan kami kepada
warga. Diajaklah kami berkeliling Jamaraka dan sebagian Sampalu, menyapa warga
dan anak-anak kecil. Dusun Jamaraka merupakan dusun terluas di Pajam, dengan
dinamika sosial yang lebih hidup dan bervariatif.
Tentu saja menjadi
tantangan baru bagi kami!
Comments
Post a Comment